Meng sterilkan kucing tak sekadar pilihan untuk menjaga jumlah populasi binatang, tetapi juga tindakan vital guna memelihara kebugaran serta kemakmuran mereka secara jangka waktu lama. Sejumlah besar pemilik kucing belum menyadari betapa pentingnya proses ini bagi hewan kesayangan mereka, akibatnya dapat mendorong sejumlah dampak tertentu baik pada aspek tingkah laku, kesehatan maupun interaksi sosial yang sangat merugikan.
Kucing yang belum steril dapat menghadapi beberapa gangguan kesehatan serta cenderung menjadi lebih agresif. Selain itu, mereka juga memiliki potensi tinggi dalam menyebarkan atau justru terserang penyakit oleh kucing liar lainnya. Karena alasan tersebut, sangatlah vital bagi para pemilik kucing supaya paham akan ancaman-ancaman tersebut sehingga dapat membuat keputusan optimal demi menjaga kesejahteraan binatang peliharaannya.
1. Risiko penyakit reproduksi

Kucing yang belum disteril berpotensi besar menghadapi masalah dalam sistem reproduksinya, misalnya radang rahim di kalangan betina ataupun kanker testis pada jantan. Beberapa penyakit ini sering kali timbul tanpa menunjukkan tanda-tanda awal apa pun, dan hal itu dapat menyebabkan dampak buruk jika tidak cepat ditangani secara tepat.
Kucing dengan tingkat aktivitas reproduksi yang tinggi akan mengalami perubahan hormonal yang besar dan bertahan lama, sehingga bisa memperparah keadaan kesehatannya. Karena alasan tersebut, tindakan pemberantasan perkawinan atau sterilisasi merupakan metode pengendalian penyakit agar tidak terjadi komplikasi di masa mendatang.
2. Sikap menduduki wilayah dan sikap menyerang

Kucing yang belum steril cenderung memperlihatkan tingkah laku bertahan wilayah yang sangat intensif, misalnya mengompol ke seluruh pojok tempat tinggal atau malah melibas pertarungan dengan hewan sejenis lainnya. Tingkah lakunya ini dapat jadi tantangan tersendiri untuk sang empunya, lebih-lebih jika hidup di dalam ruang penghunian yang sempit serta penuh sesak.
Hormon reproduksi yang tetap bekerja bisa menyebabkan peningkatan agresivitas, baik terhadap kucing lain maupun manusia. Melakukan tindakan steril pada kucing sebelumnya akan membantu mengurangi kadar hormon tersebut, membuat siklus perilaku si kucing menjadi lebih tenang dan damai.
3. Resiko kehamilan tak terencana

Kucing betina yang belum disteril cenderung memiliki kesempatan besar untuk mengandung anak-anaknya, terutama ketika mereka masih remaja, hal ini dapat menyebabkan peningkatan jumlah populasi kucing jalanan. Selain itu, siklus kehamilan yang berkelanjutan dan tak terkontrol juga menambah potensi masalah kesehatan serius selama proses melahirkan maupun setelahnya.
Sering kali, bayi kucing yang baru lahir malah gagal mendapatkan perawatan yang sesuai dan sering ditinggalkan, yang pada gilirannya merugikan hewan liar dalam lingkungan kita. Proses sterilisasi paling tidak dapat menyelesaikan pola ini serta mengurangi tekanan sosial akibat jumlah kucing yang melimpah.
4. Penyebaran penyakit menular

Kucing yang belum menjalani prosedur steril cenderung lebih banyak berkelana dan bertemu dengan kucing liar lain, hal ini pada gilirannya meningkatkan potensi paparan terhadap penyakit infeksi. Beberapa dari kondisi tersebut cukup parah hingga susah disembuhkan serta mampu mengakibatkan penurunan kekebalan tubuh secara drastis.
Dengan adanya perkawinan liar, kucing cenderung lebih mudah terluka karena bertarung, hal ini membuka peluang untuk terserang beragam jenis infeksi. Melalui proses sterilisasi, kebiasaan jelajahi wilayah dan tingkah laku sering kali terjadi pada kucing dapat dicegah serta interaksinya pun bisa dikurangi.
Sterilisasi kucing tidak melulu tentang pencegahan kehamilan, tetapi juga menjadi bagian dari tugas pemilik untuk menjamin kesejahteraan hewan peliharaan mereka. Oleh sebab itu, pikirkanlah akan manfaatnya yang berkelanjutan agar prosedur ini benar-benar diprioritaskan dalam merawat seekor kucing. Melakukan sterilisasi bisa memberi perlindungan serta kenyamanan kepada kucing Anda pada hari esok!